Hai, para Pejuang UMKM! Sudah pernah dengar yang namanya produk white label belum? Bagi yang belum tahu, white label adalah produk dari sebuah perusahaan yang menjualnya kepada usaha lain untuk dipasangi merek usaha tersebut.
Bagaimana tuh cara kerjanya? Nah, katakanlah kamu mau jualan baju. Kamu beli stok langsung dari produsen white label. Di bagian kerahnya, biasanya kan ada merek. Nah, di bagian itu kamu kustom dengan memasang logo dan nama merek kamu sendiri.
Jadi, kalau kamu mau jualan baju, enggak harus jahit sendiri kalau kamu sudah kenalan sama yang namanya white label. Selain baju, ada banyak jenis produk lain yang bisa ditempeli merek sendiri, lho.
Wah, apa saja itu? Biar kamu tahu lebih banyak soal produk white label, Cerita UMKM bakal bahas dari A sampai Z di sini!
Apa Itu White Label?
Menurut Master Class, produk white label adalah produk dari sebuah perusahaan yang menjualnya kepada usaha lain. Kemudian, usaha lain tersebut dapat menambahkan merek mereka sendiri pada produk tersebut.
Sebuah usaha dapat menggunakan produk white label untuk mempertahankan identitas merek mereka sendiri, meski pihak ketiga yang melakukan kegiatan produksi.
Adapun white labelling adalah strategi umum yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan seperti toserba, perusahaan software, hingga toko online untuk menjual berbagai macam produk umum di bawah merek mereka sendiri.
Hal ini menurunkan biaya manufaktur dan memungkinkan sebuah usaha bisa diversifikasi ke banyak lini produk.
Nah, kalau pernah mendengar istilah private label, ini tentunya tidak sama dengan white label. Perbedaannya terletak pada seberapa banyak produk dapat dijual kepada usaha lain untuk dijual ulang.
Produk white label biasanya berupa produk generik yang dapat dijual oleh produsen kepada banyak usaha lain. Adapun produk private label adalah produk yang dijual oleh sebuah produsen secara eksklusif kepada satu pengecer.
Produsen akan menjual produk private label kepada hanya satu pembeli yang kemudian memiliki hak eksklusif untuk memberikan merek sendiri pada produk tersebut dan menjualnya di toko mereka.
Cara Kerja Produk White Label
Sekarang sudah paham soal apa itu white label, kan? Tentunya ini sistem bisnis yang menarik buat kamu yang pengen jualan produk dengan merek sendiri, tetapi tidak mau pusing sama urusan produksi.
Kalau sudah tertarik, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara mendapatkan produk white label. Sebenarnya informasi mengenai usaha yang menawarkan produk white label bisa dengan mudah kamu dapatkan secara online.
Kalau situs web internasional yang menawarkannya, ada Alibaba. Adapun kalau produk private label ditawarkan oleh Amazon.
Secara offline, biasanya produk white label ditawarkan oleh importir, manufaktur, hingga toko grosir yang menjalankan sistem white labelling.
Selain cara mendapatkannya, kamu perlu tahu bagaimana cara kerja white labelling secara keseluruhan. Berikut ini Cerita UMKM bakal jelaskan seperti yang dikutip dari Cap Forge.
1. Tentukan Target Market
Sebelum terjun ke dalam white labelling, sangat penting untuk mengidentifikasi target market kamu dan memahami kebutuhan serta preferensi mereka. Apakah kamu akan menargetkan pasar berdasarkan gender, tingkat pendapatan, atau lokasi?
Kamu bisa dapat pencerahan dengan melakukan riset pasar terlebih dahulu. Jadi, kamu tahu produk apa yang diminati target market kamu dan bisa menilai apakah sesuai dengan citra merek yang akan kamu buat.
2. Cari Produsen atau Supplier Potensial
Jangan asal memilih produsen, supplier, atau perusahaan yang menjual produk white label. Kamu juga harus memperhatikan kualitas produk yang mereka buat.
Ini penting, karena kualitas yang buruk bisa berakibat buruk juga buat citra merek kamu. Jadi, carilah mitra produsen yang dapat diandalkan dan tepercaya.
Pastikan mitra kamu memiliki catatan prestasi dalam memberikan produk berkualitas tinggi dan memiliki pengalaman dalam white labelling.
Sebelum memulai kerja sama, coba cari terlebih dahulu testimoni dan ulasan pelanggan sebelumnya. Kamu juga bisa minta sampel produk terlebih dahulu sebelum memesan produk dalam jumlah banyak.
3. Buat Perjanjian dengan Produsen atau Supplier
Jika kamu sudah menjatuhkan pilihan ke salah satu produsen atau supplier, langkah selanjutnya adalah membuat perjanjian kemitraan. Kamu juga bisa menegosiasikan sejumlah syarat dalam perjanjian white label kamu.
Pastikan sebelum teken kontrak, semua hal sudah kamu bahas atau tanyakan kepada pihak produsen. Mulai dari harga, minimum order quantity (MOQ), jadwal pengiriman, layanan tambahan, dan sebagainya.
Pastikan pula semua pihak yang terlibat sudah tahu dengan jelas tentang ekspektasi dan tanggung jawab ketika menyusun perjanjian.
4. Lakukan Penyesuaian terhadap Produk
Karena kamu akan memasang label merek kamu sendiri, tentunya kamu harus menyesuaikan produk agar sesuai dengan citra merek kamu, dong.
Dalam hal ini, kamu bisa membicarakannya dengan pihak produsen. Mulai dari desain kemasan, pemilihan warna, font, hingga penambahan logo.
5. Lakukan Quality Control
Sebelum meluncurkan produk white label kamu, sebaiknya lakukan prosedur quality control yang ketat. Langkah ini memastikan bahwa produk memenuhi standar yang diinginkan dan berfungsi seperti yang diharapkan.
Kamu perlu melakukan pengujian dari segi fungsionalitas, ketahanan, keamanan, dan faktor-faktor relevan lainnya terkait produk kamu.
Jika kamu menemukan ada cacat pada produk, kamu bisa mengajukan penggantian kepada mitra, asal prosedurnya sesuai dengan perjanjian yang sudah dibuat.
6. Buat Strategi Pemasaran dan Penjualan
Karena kamu tidak perlu pusing soal urusan produksi, kamu bisa lebih fokus pada pemasaran dan penjualan. Namun jangan jualan tanpa rencana sama sekali, ya. Nanti produk kamu malah enggak laku-laku.
Buatlah strategi pemasaran dan penjualan yang komprehensif untuk mempromosikan produk kamu. Strategi yang bisa kamu buat, antara lain penetapan harga, saluran distribusi, hingga kegiatan promosi yang akan membantumu mencapai target jumlah pelanggan.
Selain itu, buat deskripsi produk yang menarik dan promosikan melalui media sosial agar merek kamu makin dikenal dan mendorong penjualan.
7. Luncurkan Produk
Jika semua langkah di atas sudah dilakukan, produk yang sudah ditempeli merek kamu sendiri sudah bisa diluncurkan.
Luncurkan produk kamu dengan pemasaran yang terencana secara baik. Jangan lupa untuk memantau kinerja penjualan secara cermat dengan melacak penjualan, memperhatikan review pelanggan, hingga tren pasar.
Kumpulkan data-data penting ini yang bisa menjadi dasar untuk perbaikan pada masa mendatang untuk memaksimalkan kesuksesan produk kamu.
8. Berikan Layanan Pelanggan yang Memuaskan
Setelah produk kamu berhasil terjual, para pembeli jangan langsung dicuekin, dong. Kalau kamu memberikan layanan yang memuaskan selama proses transaksi hingga purnajual, ada besar kemungkinan mereka bisa jadi pelanggan setia.
Memiliki pelanggan setia itu jauh lebih menguntungkan ketimbang mendapat pelanggan baru, lho. Soalnya, pelanggan setia yang puas dengan pelayanan yang didapatnya, dengan senang hati akan merekomendasikan produk kamu kepada orang-orang sekitarnya.
Untuk layanan purnajual, buatlah sistem layanan pelanggan yang kuat untuk menangani pertanyaan, masalah, dan klaim garansi dari pelanggan dengan cepat.
Layanan pelanggan yang proaktif sangat penting untuk membangun kepercayaan dan loyalitas terhadap merek kamu.
Contoh Produk White Label
Pada permulaan artikel ini, kamu sudah mendapatkan salah satu jawabannya. Yups, benar! Pakaian menjadi salah satu contoh produk white label.
Namun tidak hanya terbatas pada pakaian, ya. Produk white label itu bisa beragam. Biasanya, produknya bersifat generik yang bisa di-repackage atau pengemasan ulang.
Nah, apa saja contohnya? Yuk kita lihat daftar di bawah ini:
1. Pakaian
Baju atau pakaian merupakan produk paling mudah untuk dijadikan white label. Perusahaan-perusahaan besar biasanya menggunakan pakaian white label untuk menjualnya sebagai merchandise.
Jika kamu mau jualan pakaian, kamu juga bisa jualan kaos polos yang disablon dengan desainmu sendiri. Tak terbatas pada pakaian, berbagai produk kain seperti topi, tote bag, pouch, dan sebagainya juga bisa jadi produk white label.
2. Produk Generik di Swalayan
Kalau kamu pergi ke swalayan, kemudian menemukan sejumlah produk yang dipasangi merek swalayan itu sendiri, bisa jadi itu adalah produk white label.
Mulai dari tisu, selai, bumbu dapur, detergen, hingga cotton bud, biasanya kita bisa dapatkan di swalayan dengan merek swalayan itu sendiri.
3. Tumbler
Tumbler juga bisa merupakan salah satu contoh produk white label. Ada banyak jasa percetakan yang mampu mencetak tumbler, gelas, hingga mug dengan desain kustom.
Kamu pun bisa menjualnya dengan desain cetak buatanmu sendiri. Tumbler yang biasa tersedia untuk diberikan label lain, biasanya yang terbuat dari stainless steel atau plastik.
4. Minyak Esensial
Essential oils atau minyak esensial, seperti minyak lavender, tea tree, peppermint, dan sebagainya, merupakan contoh white label juga. Minyak esensial biasa digunakan untuk aromaterapi.
Banyak pula produsen atau importir yang menjual minyak semacam minyak almond, grapeseed, jojoba, kemiri, dan sebagainya yang bisa diecer ulang untuk keperluan kecantikan.
5. Kopi
Baik biji kopi utuh atau yang sudah melalui proses grinding, bisa dijadikan pula sebagai produk white label. Buat yang satu ini, kamu harus kerja sama langsung dengan produsen, distributor, atau petani kopi.
Umumnya, kemitraan ini memerlukan modal yang cukup besar. Apalagi kalau kamu hendak menjual kopi single origin, seperti Aceh Gayo, Toraja, Kintamani, Mandailing, dan sebagainya.
Keuntungan White Labelling bagi UMKM
Nah, setelah tahu apa itu white label, cara mendapatkannya, hingga contoh-contohnya, apakah kamu jadi tertarik untuk memulai bisnis ini?
Sambil menimbang-nimbang untuk jualan dengan merek sendiri melalui produk white label, yuk cek daftar keuntungannya bagi UMKM di bawah ini. Siapa tahu bisa jadi bahan pertimbangan kamu juga.
- Menghemat biaya: Ketika kamu memulai usaha dengan white label, kamu tidak perlu khawatir tentang biaya pengembangan produk dan manufaktur. Ini bisa jadi keuntungan besar, terutama untuk bisnis kecil.
- Cepat masuk pasar: Dengan menggunakan produk white label, kamu bisa lebih cepat masuk ke pasar ketimbang mengembangkan produk sendiri dari awal. Hal ini karena yang kamu lakukan hanya melakukan branding ulang dengan merekmu sendiri.
- Minim risiko: Memulai bisnis sendiri selalu membawa risiko, tetapi jika kamu melakukan bisnis white label, kamu bisa meminimalisasi sebagian risiko tersebut. Risiko minim karena kamu tidak menanam modal sebanyak yang kamu perlu gelontorkan jika mengembangkan produk baru sendiri.
- Fleksibel: Jika kamu melakukan bisnis white label, kamu bisa memilih kemasan, merek, dan membuat strategi pemasaran sendiri. Fleksibilitas ini memungkinkanmu menyesuaikan produk dengan target pasar yang sudah kamu tentukan.
- MOQ rendah: Pemesanan produk white label cenderung bisa lebih rendah MOQ-nya ketimbang membuat produk sendiri, private label, bahkan maklon. Hal ini karena produsen sudah punya stok yang cukup banyak, sehingga tidak perlu khusus melakukan produksi lagi untuk jumlah pemesanan yang kecil.
Nah, itu dia serba-serbi mengenai produk white label. Bagaimana? Apa kamu jadi tertarik untuk memulai usaha jenis ini? Atau sudah punya pengalaman jualan produk white label yang dipasangi merekmu sendiri? Share pengalamanmu di kolom komentar, ya!