Punya jasa usaha sablon jadi mimpi Harley Puji Riyadi sejak SMA. Mimpinya sederhana: pengin punya kaos hasil sablonan sendiri.
Sempat melanglang buana jadi pekerja, pria 37 tahun ini kekeuh mau punya usaha sendiri. Mimpinya punya usaha sablon baru terwujud pada tahun 2015 yang diberi nama Segilima Screen Printing.
Memulai usaha tanpa sokongan dana besar, jatuh bangun Harley rasakan betul dalam membangun usahanya. Namun berbagai pengalaman ini justru jadi guru baginya.
Nah, Cerita UMKM kali ini mengulas profil Harley dan Segilima Screen Printing untuk rubrik Kiprah. Simak kisahnya berikut ini, ya!
Kepingin Buat Kaos Sendiri
Semenjak masih SMA, Harley punya mimpi ingin pakai kaos hasil sablon sendiri. Mimpinya itu terbit sekitar tahun 2004. “Mau dapet rasa puas desain kaos sendiri,” kata dia kepada Cerita UMKM, Senin (29/1).
Sayangnya, mimpi sulung dari tiga bersaudara ini belum terlaksana usai lulus sekolah. Harley langsung terjun ke dunia kerja.
Ia sempat mencoba banyak pekerjaan, mulai jadi pesuruh salah satu bos perkapalan di Tanjung Priok, buruh di pabrik otomotif di Cikarang, sales obat salah satu BUMN, hingga akuntan di perusahaan swasta yang ada di Cawang, Jakarta Timur.
Kesibukan dunia kerja sambil terus melanjutkan kuliah di Universitas Gunadarma membenamkan cita-citanya. Namun, menjalani peran “kerja di perusahaan” orang lain membuatnya bosan.
Waktunya selalu habis untuk kerja dan kuliah. Baru sekitar tahun 2015, bara mimpinya untuk punya usaha sendiri, menggelora kembali.
“Kerja sama orang, selain capek, juga bosan. Enggak bisa bebas berekspresi! Jadi, emang dari dulu punya mimpi di umur 27 tahun mulai merintis usaha sendiri, tapi baru 2015 mulai usaha sablon,” ujar pria kelahiran 16 Desember 1986 ini.
Coba Beragam Usaha Kecil
Usai bosan kerja, Harley tak lantas langsung buat usaha sablon. Ia melanglang buana mencicipi banyak usaha lain sebelum lahirnya Segilima Screen Printing.
Saking banyaknya, Harley sampai lupa ia pernah merintis usaha kecil apa saja. Beberapa yang ia ingat, yaitu pernah coba buka warung pecel lele, jual beli baju thrifting/preloved, hingga jualan kripik singkong.
1. Pecel Lele
Sekitar 2013-2014, Harley dan Guntur, salah satu temannya coba memulai bisnis pecel lele. Dengan modal dari saudara dan tabungan sendiri, Harley mengetengahkan sajian pecel lele dengan sambal khas dengan campuran biji wijen.
Saat itu, warung dagangannya ada di salah satu ruko di Kota Bekasi. Sempat bertahan lebih dari delapan bulan, Harley harus menutup warungnya. “Karena ada hal-hal di luar nalar dan yang punya ruko mau ngebangun rukonya lagi,” katanya.
Omong-omong, “hal-hal di luar nalar” yang ia maksud, bikin usahanya harus tutup bukan karena tidak laku. Malah saat itu banyak orang yang datang makan dan nongkrong di sana. Namun untuk bisnis makanan, kata Harley, perlu ada “pegangan” atau jimat agar bisnis laku.
“Dulu sempat disangka pembeli warung kok tutup terus, padahal sebenarnya kita buka. Pernah juga beberapa kali nasi uduknya cepet banget basi, padahal baru aja dimasak. Kejadian-kejadian kayak begitu, deh!” seru Harley.
Percaya enggak percaya, tetapi hal itu beneran Harley alami! Makanya ia ogah untuk berbisnis warung makanan lagi.
2. Bisnis Thrifting/Preloved
Usai usaha pecel lele kandas, Harley kemudian mencoba bisnis thrifting atau preloved. Bersama Guntur, ia mencari baju-baju bekas bagus layak pakai di Pasar Senen. Baju-baju ini kemudian didagangkan di pasar malam.
Untung yang didapat diakui Harley tak menentu. Sekitar 2014, usaha ini belum sebanyak sekarang. Belum ada kanal penjualan online yang mereka manfaatkan untuk memasarkan usahanya.
3. Jualan Keripik Singkong
Tak patah arang, Harley mencoba juga usaha keripik singkong. Keripik ini ia titipkan ke warung dan juga perusahaan-perusahaan melalui koperasinya.
Tanpa modal banyak, bisnis kripik singkongnya lumayan menguntungkan. Harley mengaku hanya perlu modal sedikit untuk bisnis ini.
Mulai dari membeli singkong, minyak goreng, dan gas. Kemudian olahan produknya dikemas rapi dengan plastik, keripik singkong siap dijual.
Ada perbedaan ukuran dan kemasan untuk keripik singkong yang ia titip di warung dan yang melalui koperasi perusahaan. Untuk titip jual di warung, ia biasa mematok harga Rp1.000-Rp3.000 per bungkus.
Adapun keripik singkong yang dijual melalui koperasi perusahaan, dikemas dengan ukuran lebih besar dengan harga Rp5.000 per bungkus.
Usaha keripik singkongnya ini bertahan setahun lewat. Meski usaha kecil-kecilan ini diakui Harley cukup menguntungkan, sayangnya ia kesulitan mendapat stok singkong bagus dan naiknya harga singkong jadi kendala besar yang ia hadapi.
“Harga singkong naik dan dapet singkong bagus juga susah. Kita rebutan di pasar sama pembeli singkong yang lebih besar. Jadinya singkong yang ada di pasar tinggal sisa yang udah keburu diborong sama pembeli besar. Pernah juga kita kejar truk singkong sampai ke Duren Jaya biar dapat singkong bagus, tetapi sampai sana juga sudah banyak pemain besar yang antre beli singkong,” Harley bercerita.
Segilima Screen Printing: Mimpi yang Tercapai!
Puas mencicipi berbagai usaha dengan modal kecil, akhirnya mimpi yang dahulu Harley punya semasa SMA, ia wujudkan pada 2015: punya usaha sablon!
Harley mengaku dirinya tak punya latar belakang keluarga yang terjun di bisnis percetakan ataupun sablon. Punya skill mendesain pun tidak. Bahkan, orang tuanya sebenarnya berharap ia bekerja jadi karyawan di perusahaan saja, tetapi Harley emoh.
Baginya, dengan semangat, seseorang bisa mewujudkan mimpinya. Harley terbilang gigih dengan prinsipnya ini. Ia bisa belajar mati-matian untuk dapat menguasai sesuatu yang ia inginkan, termasuk belajar skill sablon manual.
Saat ditanya soal awal modal awal membuat bisnis sablon, Harley tidak ingat. Ia mengaku semua alat-alat dan bahan memulai usaha sablon ia cicil membelinya.
Alat pertama yang ia beli adalah meja afdruk kecil dengan harga sekitar Rp500.000. Sisanya untuk screen dan lainnya dibeli menyusul saat ia sudah ada uang. Usaha sablon awalnya pun dikerjakan di rumahnya.
Sebelum membuka usaha sablon, dirinya mengaku belajar secara otodidak. Ia juga banyak bertanya kepada orang-orang yang paham tentang sablon dan punya usaha tersebut.
“Di tahun segitu, informasi yang ada di internet soal dunia sablon masih sedikit, enggak sebanyak sekarang. Dulu aja gua sampai belain beli buku cara memulai bisnis sablon di toko buku,” imbuhnya.
Nama Segilima Screen Printing sebagai usaha sablonnya sendiri juga baru muncul setelah ia yakin sudah cukup modal dan pengetahuan memulai bisnis ini. Pemilihan nama Segilima, diakui Harley tak bermakna khusus. Ia hanya berujar singkat, “Maksudnya 4 elemen dan 1 pencipta.”
Order awal sablon yang ia terima pun jumlahnya masih sedikit dan yang memesan teman-teman. Namun, seiring waktu, dengan hasil pengerjaan sablon manual yang memuaskan konsumen, makin banyak orderan sablon ia terima.
Tak hanya menerima sablonan kaos, Segilima Screen Printing juga menerima pesanan sablon jaket, jersey, topi, dan lain-lain.
Jika dahulu proses pengerjaan sablon masih dijalani Harley di rumahnya, kini ia pindahkan bisnisnya ke workshop yang ia sewa tak jauh dari rumahnya di Blok E, Perumahan Margahayu Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Soal mimpinya yang kepengin pakai kaos buatan sendiri, Harley kini sudah punya banyak kaos hasil sablonan sendiri yang bisa dia kenakan sehari-hari. Bahkan, banyak teman-temannya yang juga tertarik untuk disablonkan kaosnya sama seperti yang ia pakai.
Gabung Koperasi
Segilima Screen Printing bergabung dengan Koperasi Produsen AKSI (Asosiasi Konveksi Sablon Independent) Bekasi Raya sejak awal 2021. Koperasi ini punya akta notaris tertanggal 20 Februari 2021 dan sudah terdaftar di Kementerian Koperasi dan UKM.
Harley cerita, awalnya Koperasi AKSI dimulai dari grup WhatsApp yang ia ikuti. Para anggotanya adalah pelaku usaha sablon dan konveksi di Bekasi, baik yang ada di Kota Bekasi maupun Kabupaten Bekasi. Dari hasil obrolan di grup tersebut, tercetuslah untuk membuat koperasi.
Koperasi jadi wadah legal para pelaku usaha sablon dan konveksi di Bekasi untuk menambah informasi dan jejaring. Awal mula berdirinya, koperasi ini beranggotakan 30 orang. Namun, semenjak pandemi, diakui Harley, kegiatan di koperasi sempat vakum selama dua tahun.
“Koperasi ini menguntungkan, ya. Banyak info dan ilmu di dalamnya. Cuma karena pandemi, daya beli masyarakat berkurang, jadi anggotanya lebih fokus sama urusan masing-masing,” ujarnya.
Ia juga mengaku usai pandemi, Koperasi AKSI akan mulai diaktifkan lagi. Akan ada penerimaan anggota baru bagi pelaku usaha sejenis untuk wilayah Bekasi.
Tantangan Berbisnis Sablon
Usaha sablon yang dilakoni Harley melalui Segilima Screen Printing awalnya melayani sablon manual. Namun seiring berkembangnya industri digital, bisnis sablon juga berubah. Mulai banyak merambah jasa sablon digital.
Diakui penyuka vespa ini, sablon digital hampir mematikan bisnis sablon manual. Kecepatan sablon yang dikerjakan secara digital dan bisa dikerjakan satuan, membuat banyak orang tak lagi melirik sablon manual. Apalagi untuk gambar-gambar kecil dengan pengerjaan sablon digital bisa lebih murah dibanding sablon manual.
Harga murah atau mahalnya suatu sablon, dihitung berdasarkan jasa sablon dan banyak tidaknya gambar yang dipesan oleh klien. Makin banyak desain gambar yang diminta klien, akan memengaruhi penggunaan warna cat yang digunakan.
Padahal dari segi kualitas, sablon manual masih lebih baik dibanding sablon digital, seperti desain yang ditempel dibahan lebih awet dibanding dengan sablon digital. Kualitas sablon manual bisa diadu dan tidak kalah hasilnya.
Selain itu, jasa sablon juga masih dinilai murah oleh klien. Kebanyakan klien, kata Harley, tak menghitung jasa yang harus dibayarkan kepada penyablon. Hitungan klien hanya pesan kaos sekian kemudian disablon, dikasih warna saja.
Kenyataannya, ada pengerjaan desain yang masih harus diperbaiki sebelum layak sablon, jasa penyablon, dan listrik yang harus juga masuk hitungan.
Tak hanya itu, makin naiknya harga kain secara global juga perlu diketahui para pegiat usaha sablon dan masyarakat. Banyaknya berseliweran jasa sablon dengan harga murah juga tidak menjamin kualitas. Malah ikut mematikan usaha kecil seperti sablon ini.
Inovasi di Tengah Pandemi
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia juga turut memberi dampak pada usaha sablon Segilima Screen Printing. Harley mengaku mulai jarang orderan nyablon datang padanya.
Alih-alih keluar duit untuk sablon dan sebagainya, masyarakat lebih menghemat pengeluarannya saat pagebluk kemarin. Sebulan pun, belum tentu ada orderan masuk. Orderan sablon yang datang padanya selama pandemi biasanya datang dari teman atau komunitas dalam jumlah yang tak begitu banyak.
Harley sedikit terbantu dengan datangnya orderan membuat screen dari salah satu PT yang ada di Cikarang. Tidak selalu datang orderan tiap bulan, tetapi lumayan hasilnya untuk membantu bisnisnya tetap jalan.
Berkahnya, Segilima Screen Printing jadi subkontraktor utama perusahaan dalam penyediaan screen karena terbukti terjamin kualitasnya.
Harley juga mengatakan, sebelum pandemi dirinya bisa banyak dapat orderan puluhan hingga ratusan dari satu klien. Ia bahkan bisa mempekerjakan satu atau dua orang temannya untuk membantu sekaligus belajar sablon. Ini untuk mempercepat proses orderan selesai dikerjakan.
Pandemi bukan hanya sebab usaha sablonnya sepi orderan. Makin banyaknya pengusaha sablon menjamur di bilangan Bekasi yang menawarkan jasa sablon digital dan harga sablon lebih murah dengan kualitas yang belum tentu terjamin, juga menjadi salah satu faktor.
Soal musim pemilu yang hadir lagi pada 2024, ia mengaku tidak mendapat orderan sablon kaos atau alat peraga kampanye (APK) yang berkaitan dengan pemilu. Selain itu, dirinya juga enggan mengambilnya. “Margin untungnya kecil banget. Kita cuma dapet capeknya doang,” katanya.
Menurut Harley, banyak teman-teman satu profesi sepertinya yang juga malas ambil order saat musim pemilu. Kebanyakan orderan yang masuk bukan dari orang pertama atau orang kedua pemberi order, melainkan sudah orang kesekian yang sampai ke tukang sablon dengan harga yang dipotong banyak.
“Kebanyakan calo-nya itu. Capek ngerjain doang, tapi enggak untung. Itu kalau dibayar, yang ada seringnya malah enggak dibayar biar orderan udah dikerjain. Jasa kita enggak dihargain,” ceritanya.
Hal ini sudah pernah ia rasakan pada musim pemilu yang lalu. Makanya, kapok ambil orderan di musim pemilu. Kebanyakan teman sesama pelaku sablon dan konveksi pun juga mengeluhkan hal yang sama. Permasalahan demikian yang bikin usaha sablon maupun konveksi cepat mati.
Namun, Harley tak patah semangat. Ia juga mulai merambah sablon digital, menerima orderan jika klien maunya sablon digital, seperti direct to film (DTF). “Punya usaha kecil memang harus banyak mikir untuk inovasi,” katanya.
Menunggu orderan jasa order, tak lagi bisa diharapkan. Soal ini, ia mengaku dirinya sedang menyiapkan satu proyek baru untuk digarap. Harley dengan Segilima Screen Printing miliknya sedang bersiap mengeluarkan produk aksesori sendiri.
“Skill sablon manual ada. Makanya kepikiran kenapa enggak coba buat produk sendiri dulu. Sekarang masih on progress. Lagi belajar cara jualinnya di medsos dan e-commerce,” ucap Harley.
Itu dia kiprah Harley dan usaha sablonnya yang ada di Bekasi, Jawa Barat. Buat kamu yang penasaran atau mau coba order hasil sablon dari Segilima Screen Printing, bisa loh kunjungi Instagram-nya.
Semoga secuplik kisah tentang UMKM ini bisa bermanfaat bagi kamu, ya, para Pejuang UMKM! Bagi kamu yang punya usaha kecil dan ingin kami tulis, kamu bisa hubungi ke sini, ya!